![]() |
Hukum Bisnis (*ilustrasi, sumber : google) |
Perjanjian
Pengertian perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata
ialah: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”
Adapun asas-asas sebagai norma dasar dalam hukum perjanjian, terdiri
dari:
(a) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata, yaitu: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Jadi asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan
kesusilaan (Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
(b) Asas Konsensualisme
Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas
konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak (lisan).
(c) Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas ini
berhubungan dengan akibat perjanjian, Asas Pacta Sunt Servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat
diketahui dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.
(d) Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab
Undangundang Hukum Perdata, yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu
pihak kreditur dan debitur, harus melaksanakan substansi perjanjian
berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari
para pihak.
(e) Asas Kepribadian
Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab Undangundang Hukum Perdata
menyebutkan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan
atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
Sesuai dengan KUH perdata pasal 1320 syarat-syarat sahnya suatu
perjainjian ada 4 syarat yaitu sepakat untuk mengikatkan dirinya, cakap
untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu
sebab yang halal. Sedangkan unsur dari perjanjian adalah ada pihak-pihak
sedikitnya dua orang, adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut,
adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya prestasi yang akan
dilaksanakan, adanya bentuk tertentu baik lisan maupun tertulis, dan
adanya syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
Perjanjian jual beli
Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata Jual Beli adalah “suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan”. Lahirnya suatu perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata
disebabkan adanya kesepakatan dari para pihak (Asas Konsensualisme).
Sehingga perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat dicapai
kata sepakat antara penjual dan pembeli, hal yang demikian ini telah
diatur dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “jual beli
dianggap sudah terjadi antara para pihak seketika setelah mereka
mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu
belum diserahkan maupun harganya belum dibayar” Dengan demikian jual
beli itu sebenarnya sudah terjadi pada waktu terjadinya kesepakatan
tersebut.
Perjanjian sewa-menyewa
Didalam Pasal 1548 KUH Perdata pengertian sewa-menyewa adalah “suatu
perjanjian yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak
yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya”. Dan saat terjadinya perjanjian
sewa-menyewa, sama halnya dengan perjanjian jual beli yang telah
dijelaskan sebelumnya adalah suatu perjanjian konsensual yaitu sudah sah
dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokok,
yaitu barang dan harga.
Hak utama penyewa atas perjanjian sewa menyewa adalah memperoleh hak
pemakaian atas barang yang disewanya dalam keadaan baik dari orang yang
menyewakan sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Sedangkan hak dari
pihak yang menyewakan adalah menerima pembayaran harga atas benda yang
disewakannya kepada penyewanya.
Wanprestasi dan berakhirnya perjanjian
Wanprestasi adalah suatu kesengajaan atau kelalaian si debitur yang
mengakibatkan ia tidak dapat memenuhi prestasi yang harus dipenuhinya
dalam suatu perjanjian dengan seorang kreditur atau si berhutang. Adapun
bentuk-bentuk dari wanprestasi, adalah sebagai berikut:
- Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
- Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya;
- Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru;
- Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
- Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Sedangkan suatu perjanjian akan hapus atau berkahir apabila terjadi minimal salah satu dari kondisi-kondisi berikut dibawah ini:
- Karena pembayaran;
- Karena penawaran;
- Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
- Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
- Karena percampuran utang;
- Karena pembebasan utang;
- Karena musnahnya barang yang terutang;
- Karena kebatalan dan pembatalan;
- Karena berlakunya syarat batal;
- Karena lewat waktu.
(Sumber : Berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar